Hai kamu…

Ah, ini kabar baik. Akhirnya aku menemukan kalimat pembuka yang tepat untuk memulai surat-suratku. Dan bagusnya ini cukup singkat. Cuma dua kata. Yaitu kata hai, dan kata kamu. Dan diakhiri tiga titik biji yang berarti bingung baiknya dilanjutkan kata apa.

Sudahlah. Ngomong-ngomong soal ‘Hai’, apakah kamu tahu, aku pernah ingin mengucapkan hai kepadamu sesekali. Ada yang saat aku belum begitu tahu siapa kamu, ada pula yang dimana aku sudah terlanjut mencandu kamu seperti kali ini.

Tahukah kamu. Kali pertama ingin ber-Hai itu adalah ketika kamu duduk sendirian. Dan aku lebih sendirian. Maklum saja, waktu itu kita baru saja jadi mahasiswa. Aku belum kenal banyak orang. Dan mungkin kamu juga belum kenal banyak orang. Kamu duduk di dekat parkiran sepeda. Yang di dekat pos satpam pula. Aku jadi bingung, kamu sebenarnya tukang parkir atau satpam sih. Lalu kuurungkan.

Lebih lama lagi, yaitu dulu sekali ketika seragam kita masih putih abu-abu. Sayangnya waktu itu kamu tidak berseragam putih abu-abu waktu itu. Melainkan memakai kaos olah raga. Iyalah, kamu memegang bola basket. Bola basketnya bagus. Saya jadi minder. Lalu kuurungkan.

Iya deh. Terurung terus. Gitu deh! Sedang kalo yang baru-baru ini, ya ketika kacamatamu baru. Kacamatamu bagus. Saya enggak minder. Tapi kacamata saya minder. Lalu kuurungkan juga sih.

Jadi,untuk masalah bertemu. Kita sering bertemu. Namun si ‘Hai’ tadi enggak pernah bertemu. Lucu ya? Lalu pasti terpikir olehmu bagaimana bisa aku mencandu kamu? Mungkin lain waktu. Agar suratku lebih ngangenin. Bye!

Salam hai hello world,

Pecandu Kamu

This site uses cookies to personalize content. Learn more.