Hai kamu,
Aku ingin bercerita aku. Sedikit banyak tentang aku dan pecandu kamu.
Iya, sebut saja aku Pecandu Kamu, tujuh tahun aku menjadi fans kamu nomer satu dimana kamu tak pernah tahu. Sungguh lucu, jika aku anak SD, aku pasti sudah lulus. Dan jika aku anak kuliahan, pasti aku kena sudah kena DO. Dan tentu jika aku sekolah di Hogwart, aku bisa apa selain bersorak gembira melihat Harry Potter menaklukkan musuh nomer satunya, dan dimana aku cuma bisa duduk dalam diam sebagai pecandu kamu. Kelucuan ini bukan dilema, sumber galau utama, atau pembikin rasa simpati. Melainkan, kotak tertawaku tiap hari, sesuai kata Sponge Bob.
Iya sih. Setiap waktu adalah waktu yang tepat. Tepat untuk menyatakan cinta, berbuat baik, atau untuk sekedar kiamat. Begitulah adanya. Dan mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk terdiam. Mengamati kamu dari jauh. Melihatmu terjatuh dalam suka dengan mereka. Melihatmu tertawa dalam duka dengan mereka juga. Tentu masih dalam mereka, bukan dalam kita. Aku dalam diam tidak membentuk kita, tapi masih mengamati kamu dan mereka. Tapi, sepertinya bukan berarti aku sedang diam.
Dalam pemikiran lain, sesuatu yang bergerak adalah diam. Seperti bus pagi yang selalu aku naiki waktu aku masih SMA. Semisal waktu itu aku menjerit karena bapak-bapak itu disampingku diam membujur seperti orang mati, pasti aku malu sekali. Suara dengkur itu menyadarkanku, si bapak itu pulas sekali, diam kelelahankah? Dan kulihat dari kaca jendela ini, ada bapak lain yang diam, menjulurkan tangannya meminta-minta.
Aku tidak begitu suka fisika, teori relativitas mungkin berlaku. Entahlah. Aku harus sok tahu? Jangan. Jelas kursi disampingku diam, bapak-bapakku disampingku memang diam. Tapi bisnya berjalan. Justru lampu merah kuning hijau, penanda jalan dilarang belok, dan pohon-pohon berjalan mundur itulah yang diam. Dan tentunya ketika aku liat dari dalam bis, mereka terlihat sedang bergerak.
Lalu anehkah aku yang dalam diam suka kamu? Apa kamu yakin aku sedang diam? Jangan-jangan itu kamu? Diamku bergerak, bergerak dengan kecepatan cahaya. Kamu tak melihat, tapi aku bergerak semakin mendekatimu. Dalam diamku. Aku semakin tahu kamu. Apa-apa itu. Maka inilah aku, pecandu kamu.
Salam diam-diam tahu,
Pecandu Kamu