0.

Edisi pemutakhiran terakhir, uji coba manusia beta. Dalam dialog cekrek. All hail.

1.

“Pak, besok saya tetep jadi kondangan di Tangsel dan Mauritius ya.”

“Oke Non. Amplopnya gimana?”

“Udaaah, atur saja. Ini saya ada kelas memacul di desa Gawok. Tolong saya yang besok kondangan di Mauritius diingatkan untuk packing ya pak.”

“Ok Non. Siap! Kalau yang Tangsel?”

“Lah, Tangsel kan cuman situ pak.”

“Oh iya ya Non. Ati-ati ya Non. Jangan membelah diri sembarangan lagi ya Non.”

“Yuhuuu~”

2.

Kata-kata bisu adalah nihil. Yang terucap adalah kosong. Yang terasa adalah biru.

“Budi, kemana selotip sebesar mulut itu kau selundupkan? Ngaku kau!”

“Anu pak. Burung saja boker. Maaf pak!”

“Sore kalau selotip belum ada, saya bakar burung kamu!!!’

“Ampunnn pak, saya cuma mengikuti ego.”

“Ngawur kamu, jaman sekarang masih mengikuti ego? Goblok kamu. Ego itu cuma boleh dimiliki manusia. Ngaca kamu!”

“Ya pak. Hmmmmm”

“….”

3.

Langkahnya sedang linu. Sesekali bertalu. Lebam oleh ego.

4. Puntuk merakit pesawat terbang?”

“Belum sih pak. Sementara sih cuma bisa untuk mempopulerkan rasa kemanusiaan manusia yang sudah mulai langka.”

“Wah, tidak signifikan dan tidak penting ya Non?”

“Ya gitu sih pak. Nggak papa. Namanya juga usaha.”

“Ya Non. Oh, iya Non. Ini brosurnya yang kemarin dipesen Non.”

“Buseeet, udah lepek amat pak.”

“Hmmm, iya Non. Ndak sengaja buat ngelap ketek Yanto.”

“Oh, ya udah pak. Nggak papa. Pantes wangi. Bilang dong dari tadi. Yang penting nomer teleponnya masih kebaca ya pak.”

“Iya Non, maaf.”

“Yaudah, sana. Saya mau nelpon buat kelas gali kubur dulu.”

“Ya non. Semangat Non.”

5.

Deru kereta melaju seperti peluru. Kadang, hanya ketika pelatuk tersentak, aku berburu.

Sampai!

6.

CEKREEEK CEKREEEEK CEKREEEKK. Suara telepon.

“Non, ada telepon dari Non.”

“Bentar pak, ini kuburannya belum jadi.”

“Ya Non.”

“Bilang deh, nanti saya telpon saya balik. Selowww.”

“Ya Non.”

7.

“Gimana elu? Betah di Mauritius?

“Betah sih. Hahaha. Cowoknya ganteng.”

“Lu pulang lah. Bantuin gueee.”

“Males.”

“Lah. Terus gueee gimana? Lu kan diciptakan untuk mbantuin gue.”

“Iya sih. Tapi gimana ya. Semesta berbisik untuk menyuruhku tetap tinggal disini.”

“Ceileeeh.”

“Yaudah kamu membelah diri lagi aja untuk kamu. Gitu aja kok repot.”

“Enak aja. Itu berarti kamu nggak bantuin apa-apa dong. Kamu usaha membelah diri lah. Kalau aku yang membelah diri, jadinya aku yang bantuin aku sendiri.”

“Yeeee. Tapi kan aku itu kamu.”

“Hmmm, iya sih. Tapi… nggak ah, pokoknya kamu aja yang membelah diri. Titik.”

“Ribet amat neng. Yaudah deh. Ntar kirimin tiket bis Patas AC ya. Aku nggak biasa naik pasawat. Ntar sorean aku balik Indo.”

“Ya kan yang balik bukan belahan dirimu, bukan kamu.”

“Iya sih. Tapi kan itu tetep aku.”

“DO A”

“Apa?”

“DO A mat!”

“Kampret lu.”

8.

Dan jemari.