Buat apa masa depan?

Tiada!

Tiada sedikitpun terkira di masa lalu, bahwa masa depan, –yang sekarang masa sekarang–, ialah kosong. Tiada!

Ia mati!

Bagaimana mungkin?

Siapa kira, ia telah seperti orang-orang keriput nan beruban yang telaah masa lalunya lebih panjang daripada masa depan, mengaduh, pada masa depan, –yang sekarang masa lalu—, bagi mereka dahulu.

Huh!


Kupikir, dan kupikir ulang.

Kesalahan apakah sedemikian hingga masa depan, —yang sekarang masa sekarang—, ialah kosong!

Tiada!

Ia mati, lagi dan lagi! Tidak cuma sekali.

Terbunuh.

Dan pembunuh.


Ialah masa sekarang yang kusia-siakan, untuk masa depan.

Ialah mengacuhkan masa sekarang, untuk masa depan.

Ialah melupakan masa sekarang, untuk masa depan.

Kadang gantian masa lalu, membabi buta menusuk masa sekarang.

Lagi dan lagi, masa depan membunuh masa sekarang.

Masa depan, pembunuh masa sekarang.

Kasihan, masa sekarang terbunuh, jadi masa depan, dibunuh masa depan.


Bertalu-talu, intinya :

Tak pernah didapati masa depan mempengaruhi masa sekarang. Cuma bisa membunuh!


Sekarang.

Detik ini.

Menit ini.

Hari ini.

Apa yang kulakukan?

*

Sebenar-benarnya bukan detik ini sepuluh tahun yang akan datang atau yang sudah lalu.

Ialah detik ini,

dengan siapa,

untuk apa,

dan bagaimana.

Karena masa depan belum datang, hanya akan.

Sedang masa sekarang, ia tepat di hidungku.

Menodong, boleh jadi apa yang kuperbuat demi masa depan, sekedar jadi masa lalu.


Aku tidak bisa berjanji.

Kelu.

Sepatah, atau sekecap?

Dalam ketiadaan masa depan, aku ingin masa sekarang.

Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang. Aku ingin masa sekarang.

Menghargainya.

Menikmatinya.

Menggaulinya.

Masa sekarang, yang sekarang ini.

Setidaknya, tepat pada tanda titik, di akhir tulisan ini.

Bukan janji.

Bukan!

Tepatnya, tidak bisa dan berani berjanji.

Hanya meminta maaf, atas segala keangkuhanku, pada masa lalu, yang baru saja sebelumnya bernama masa depan, yang tiba-tiba berlalu, yang sekarang masa lalu, yang padahal sebenar-sebenarnya ialah pernah masa sekarang, yang aku sia-siakan.


Sragen, 16 Juli 2015,

Dalam sayup-sayup takbir menggema, terselip riuh suara pemadam kebakaran lewat beberapa kali.

Kepikiran.

Siapakah satu yang menangis menderu sejadi-jadinya di malam kemenangan sejuta umat ini?

Dalam mengutuk, dan banyak lainnya memuja.