Jadi begini, gonta-ganti medium ngeblog thok, ngoprek-ngoprek tampilan melulu, lantas ngeblognya kapan? Sungguh ini problematikaku (dan mungkin sebagian blogger) seperti kamu dan tentu aku.

Dan sampai di sinilah, diriku bersama Jekyll.

Jekyll is a simple, blog-aware, static site generator for personal, project, or organization sites. Instead of using databases, Jekyll takes the content, renders Markdown or Textile and Liquid templates, and produces a complete, static website ready to be served by Apache HTTP Server, Nginx or another web server.

Yakin? Setidaknya ini yang kupikirkan saat ini.

Sederhana

Tinggal git push git push git push dan git push.

Lah, iku kepriye?

Keliatannya ribet, dalam kondisi untukku lebih sederhana (baca: nerds/geeks) karena memang sederhana. Apalagi dengan markdown.

Cukup

Ho’oh!

Cukup alias tidak berlebihan. Entah sejak kapan, kurasa WordPress sudah berlebih. Dan kurasa, Jekyll cukup untuk membuatku tidak berlebih.

Lha memangnya kenapa dengan berlebihan?

Produktifitas

Berlebihan membuatku lebih konsen ke hal-hal teknis-ra-bener-benerpentingisme yang alih-alih meningkatkan produktivitas ngeblog, eh malah menurunkan produktivitas dan konsistensi ngeblog. Jujur, apalagi diriku yang notabene suka hal-hal teknis, kadang hal ini membuat salah fokus. Berjam-jam untuk ngoprek tema blog, eh kelupaan ngeblog. Yah, terlampau mudah khilaf.

Nah, dengan kombinasi sederhana dan cukup, harapanku agar produktivitas ngeblognya kembali. Harapan sih.

Lalu?

Lantas apakah diriku merekomendasikan, mewajibkan, mengharuskan, menghimbau kalian semua untuk beralih ke Jekyll?

Tidak juga.

Kenapa?

Karena Jekyll (WordPress, Blogspot, Tumblr) adalah sekedar medium. Dan di manapun mediumnya, yang namanya blogger ya jikalau ia ngeblog maka (barulah) ia seorang blogger kan?